“Arsitektur Tradisional Sulawesi Selatan, Dari Masa Kemasa”.
Perkembangan
arsitektur tradisional dipengaruhi oleh banyak faktor seperti : waktu,
pengaruh budaya luar, pola hidup, ilmu pengetahuan dan teknologi yang
berkembang. Dari masa lampau hingga masa kini ada 4 masa perkembangannya
yang dapat ditelusuri yaitu : Masa arsitektur tradisional, Masa
arsitektur klassik, Masa arsitektur modern serta Masa arsitektur post
modern.
Masa
arsitektur tradisional : pada masa ini budaya asli dan pola hidup
masyarakat tradisional berkembang didalam masyarakat tanpa ada pengaruh
luar, arsitektur tradisional merupakan pilihan satu-satunya. Secara
tradisi, bangunan hanya berfungsi sebagai rumah tinggal ataupun sebagai
tempat bermukim keluarga.
Arsitektur
tradisional sangat dipengaruhi oleh keadaan dan potensi alam sekitarnya
yang sering diambil menjadi motif utama pemberi corak. Terutama
pengaruh iklim, curah hujan, tumbuh-tumbuhan yang dipakai sebagai bahan
bangunan dan batu-batuan. Arsitektur tradisional Toraja misalnya,
mempunyai sudut kemiringan atap yang tajam karena curah hujan di daerah
ini besar. Bambu dipakai sebagai atap dan plafound karena banyak hutan
bambu di Tana Toraja. Demikian pula halnya bahan kayu yang dipakai
sebagai tiang dan dinding.
Perihal
ragam hias ornamen arsitektur tradisional Sulawesi Selatan yang sering
ditemukan dan banyak memberi warna, dipakai menghiasi dinding dan tiang
sesuai tradisi masing masing etnis. Ornamen dipakai sebagai ungkapan
arti simbol simbol suatu benda yang dianggap mempunyai arti khas dalam
penghidupan dan kehidupan masyarakat tradisional etnis bersangkutan.
Masa
Arsitektur Klassik adalah masa berkembangnya arsitektur klassik dari
Eropa yang masuk ke Indonesia. Arsitektur Klassik disebut pula
“Arsitektur Kolonial” karena gaya ini hadir pada zaman kolonial. Model
arsitektur klasik sangat berbeda dengan arsitektur tradisional.
Perbedaan itu terlihat dalam hal konsep, prinsip dasar, bentuk tata
ruang, bahan bangunan, struktur dan konstruksi. Sejak masa ini,
arsitektur tradisional mulai tersisihkan.
Arsitektur Klasik mencakup gaya Renaissance, Ghotic dan Barouq.
Gaya arsitektur ini lebih dikenal melalui rancangan Istana Raja dan
Gereja di Eropa, yang kemudian menyebar keseluruh dunia seiring
penyebaran agama Katolik dan Protestan.
Gaya
gaya klasik ini terlihat pada Gereja yang lebih menekankan pada konsep
sakral yaitu : Manusia itu kecil dihadapan Tuhan. Para arsitektur
menerjemahkannya kedalam bahasa non verbal dengan menampilkan bangunan,
ruangan atau komponen bangunan yang berskala mega atau melampaui skala
manusia. Misalnya, bangunan besar dengan lantai atau permukaan tanah
yang ditinggikan, kolom yang besar, ruangan yang sangat luas dan plafond
tinggi dan berorientasi keatas. Cara penyelesaian arsitektur seperti
ini dikenal sebagai cara untuk memperoleh wibawa dan menekankan perasaan
manusia yang berada di dekatnya atau didalamnya sehingga merasa lebih
kecil dan tidak berarti didekat bangunan atau kolom yang besar, atau
didalam ruangan yang luas dengan plafond yang tinggi itu. Disini peran
proporsi dan skala dari bangunan, ruang dan komponen sangat penting.
Dimasa
arsitektur klassik ini, penggunaan bahan bangunan, tata ruang, bentuk
bangunan, struktur dan konstruksi menjadi lain. Bahan bangunan lokasi
seperti ; kayu, bambu, dan rerumputan untuk bahan atap mulai kurang
dipakai. Karena semen, batu merah, beton dan besi jauh lebih menjamin
kekuatan dan keawetan bangunan. Arsitektur tradisional yang lebih
mengutamakan penggunaan bahan bangunan alamiah mulai dilupakan.
Gaya
arsitektur klassik terus tumbuh, berkembang dan mewarnai karakter
berbagai bangunan penting, tidak hanya pada Gereja tetapi juga bangunan
Pemerintah Kolonial dan perumahan mereka. Begitupun ketika pedagang
Cina, masuk ke Indonesia, mereka juga membawa gaya arsitektur Cina,
seperti terlihat pada rumah ibadah “Klenteng” dan perumahan didalam “Kampung Cina” yang masih dapat dilihat di beberapa kota besar di Indonesia.
Masa Arsitektur Modern : Konsep arsitektur modern menekankan faktor“fungsionalisme” dan “efesiensi” .
Ilmu pengetahuan dan teknologi arsitektur modern memberi warna lain
bagi perkembangan kearsitekturan, misalnya desain dan teknologi bahan
bangunan. Konsep arsitektur modern pada dasarnya lebih menekankan
fungsionalisme dan efesiensi yang mengutamakan kenikmatan penghuni dan
keleluasaan ruang gerak manusia. Pemakaian bahan bangunan pun menjadi
lebih bebas dan beragam.
Dalam
perkembangan selanjutnya, arsitektur modern ini mendominasi karya-karya
arsitektur di Indonesia. Ternyata arsitektur modern sebagai suatu
konsep yang mengutamakan fungsionalisme dan efisiensi itu lebih mampu
mewadahi aktifitas manusia moderen sampai sekarang.
Masa
Arsitektur Post-Modern adalah model arsitektur masa kini. Arsitektur
Post –Modern ini memunculkan kembali arsitektur tradisional. Ini juga
menjadi suatu pertanda bahwa arsitektur di Indonesia sedang mencari
bentuk lain seiring dengan kecenderungan masyarakat dan para arsitek
memanfaatkan warisan budaya masa lampau untuk menemukan identitas baru
yang dapat dipakai sebagai simbol dalam era globaliasi ini. Identitas,
karakter dan ciri khas sangat penting untuk dihadirkan kembali. Pada
masa ini, funsionalisme dan efisiensi menjadi tidak mengikat lagi, mulai
tidak dipersoalkan.
Gaya
arsitektur Post-Modern yang sedang melanda dunia kearsitekturan juga
merambah masuk ke Indonesia melalui kota-kota besar. Gaya post-modern
ini lebih menonjolkan simbolisme, klasik, ornamen, warna-warni dan
bentuk yang unik. Nampaknya gaya ini menoleh dan menggali dan
memanfaatkan keunikan arsitekturan tradisional dan seni masa lampau
untuk berimajinasi ke masa depan.
Gaya
arsitektur tradisional yang beranekaragam di Indonesia menjadi sumber
inspirasi utama dalam pengayaan gaya post-modern ini selanjutnya.
Beberapa arsitektur modern masa kini, dirancang dan dibangun dengan
mengawinkannya dengan unsur-unsur arsitektur tradisional tetapi
terkadang bauran dengan unsur tradisional itu sendiri, menjadi rancu
akibat dari perbedaan prinsip dasar, filosofi dan konsepnya. Masalah
lain akan timbul bila dua macam atau lebih arsitektur tradisional yang
berbeda disatukan di dalam satu gubahan arsitektur, seperti Toraja
dengan Bugis, Toraja dengan Bali, Toraja dengan Jawa, atau kombinasi
lainnya. Meskipun demikian arsitektur tradisional masih memiliki dan
menampilkan persamaan yaitu : unsur vertikal dan horisontal. Bahkan
kedua unsur ini dapat ditemukan pada seluruh gaya arsitektur tradisional
di Indonesia.
Pada
arsitektur masa kini dimana modernitas dan tradisional muncul
bersamaan, nampaknya ada kecenderungan untuk menjawab keinginan
masyarakat tampil lebih eksis, beridentitas etnis dan menyatakan status
sosial melalui arsitektur tradisional sebagai simbol agar mempunyai“nilai Aktualisasi” .
Cara pernyataan diri ini menjadi lebih menarik karena tradisionalisme
ditarik hadir dalam pola hidup modern. Kemudian muncullah
masalah-masalah akibat benturan antara tradisional dengan modernitas.
Unsur tradisional memang hadir tetapi lepas dari prinsip dasar dan norma
norma khasnya.
Konsepsi
Arsitektur Tradisional Sulawesi Selatan Sebagai Reinkarnasi “Karakter”
Pengembangan Kawasan Budaya Dan Pariwisata Lokal.
Sulawesi Selatan secara geografis terletak pada 0012’~80 Lintang Selatan dan 116048’~122036’ Bujur Timur. Temperatur udara sekitar 26,90C, yaitu antara 22,30C ~ 34,50C.
Daerah ini merupakan Jazirah Barat Daya Pulau Sulawesi, dengan daerah
dataran, pegunungan dan lautan. Letaknya berada di daerah katulistiwa
hingga masyarakatnya berpeluang hampir sepanjang tahun bisa
bercocok-tanam. Daerah Sulawesi selatan dihuni oleh tiga etnis utama
yaitu Bugis, Makassar, Mandar dan Toraja. Masing-masing yang berbeda
dalam bahasa dan sebagian budayanya. Perbedaan itu terlihat juga pada
jenis makanan, pakaian, musik dan tari-tarian.
Dalam
hal arsitektur rumah tradisional Bugis-Makassar secara umum sejenis,
yaitu rumah panggung dengan atap pelana yang sebagian besar bahan
bangunannya dari kayu. Arsitektur rumah tradisional Toraja juga berupa
rumah panggung, tetapi, pola ruang, struktur dan konstruksinya sangat
berbeda dibanding rumah arsitektur tradisional Bugis-Makassar.Bahan
bangunan untuk atapnya adalah bambu.
Kelompok
etnis yang paling besar di Sulawesi Selalatan adalah Bugis dan
Makassar. Suku Makassar, Bugis dan Mandar terkenal sebagai pusat
kelahiran pelaut berjiwa patriotik, baik dimasa perang maupun dimasa
damai. Pada abad XVI Etnis Bugis- Makassar dan Mandar yang menghuni
kawasan pantai mempunyai pelaut-pelaut ulung. Dengan perahu layar
tradisionalnya mereka mengarungi lautan kepulauan Indonesia. Mereka
berlayar untuk berniaga ke berbagai bandar niaga di Pulau Jawa,
Sumatera, Malaka kepulauan Maluku di Kawasan Timur Indonesia, bahkan
sampai ke Madagaskar (Mattulada 1998:3). Bahkan sampai kebagian utara
Australia, beberapa pulau di samudera Pasifik sampai kepantai Afrika.
Dalam
sistem sosial masyarakat Bugis dan Makassar ada strata sosial
masyarakat yang menentukan arsitektur rumah tinggal mereka. Pola ruang,
ornamen, dan besaran rumah tradisional Bugis-Makassar mempunyai korelasi
positif dengan tingkat strata sosial pemiliknya. Ukuran ruang, pintu
dan jendela rumah Bugis-Makassar relatif besar. Kemungkinan kondisi ini
diwujudkan untuk mengeliminir temperatur udara panas terutama yang
lokasinya di daerah hilir dan pantai. Rumah tradisional Toraja atapnya
melengkung, ukiran yang cantik dan warna yang alami.
Latar
belakang geografis, prasejarah dan sejarah Sulawesi Selatan telah
melahirkan kekayaan budaya yang menarik. Seseorang dapat mengamati,
menikmati berbagai pengalaman pada keunikan budayanya, itu masih dapat
ditemukan di beberapa daerah misalnya pada upacara religius, upacara
adat, seni tradisional, seni ukir, tenun benang kapas dan sutra serta
arsitektur tradisionalnya.
Makassar
merupakan salah satu kota bandar niaga terbesar di Indonesia bagian
timur. Makassar dan daerah sekitarnya juga terkenal memiliki pelaut
ulung yaitu orang orang yang ahli membuat kapal laut sekaligus mumpuni
berlayar. Pelabuhan Paotere yang berada di utara Ujung Pandang merupakan
kawasan pelabuhan kapal tradisional. Dipelabuhan ini terlihat
kapal-kapal layar Phinisi khas Bugis-Makassar yang terkenal itu
berlabuh.
Benteng peninggalan
kolonial Fort Rotterdam dan sejumlah bangunan peninggalan kolonial
lainnya seperti rumah kediaman Gubernur menjadi bukti sejarah keberadaan
Belanda di kota Makassar. Benteng Rotterdam atau Fort Rotterdam
merupakan salah satu bangunan peninggalan kolonial yang paling terawat
di Indonesia. Benteng ini menjadi salah satu contoh terbaik dari
arsitektur bangunan peninggalan Belanda yang ada di Indonesia.
Sebelum Fort Rotterdam dibangun, di tempat ini terdapat benteng yang disebut Benteng Pannyua
milik kerajaan Gowa yang dibangun pada sekitar tahun 1545. Kemudian
Benteng ini dikuasai Belanda ketika sukses menyerang dan menduduki
daerah ini. Setelah Perjanjian Bungaya ditandatangani pada tahun 1667,
Belanda kemudian memodifikasi ulang benteng itu yang selanjutnya dikenal
dengan nama Fort Rotterdam. Dalam bangunan benteng ini terdapat Museum
Negeri La Galigo yang memiliki koleksi antara lain peralatan makanan dan
memasak dari Tana Toraja, instrument musik dan berbagai macam kostum
pakaian adat.
Makassar
juga merupakan kota tempat peristrahatan terakhir dua pahlawan besar
Indonesia; Sultan Hasanuddin dan Pangeran Diponegoro yang di asingkan
Belanda dari Jawa ke kota ini. Pahlawan nasional Pangeran Dipenogoro
menjalani penahanan masa pengasingan selama 26 tahun di Fort Rotterdam.
Makam Diponegoro dan sebuah monumen untuk mengenang jasa pahlawan yang
gagah berani ini terdapat di jalan Diponegoro, Makassar.
Monumen
Mandala di jalan. Jendral Sudirman merupakan tugu berbentuk menara yang
menjadi salah satu ikon arsitektur- ciri kota Makassar. Selain itu
bangunan Vihara yang bergaya arsitektur Cina juga banyak terdapat di
kota ini, khususnya di jalan Sulawesi, karena masyarakat keturunan Cina
banyak bermukim di jalan itu dan sekitarnya.
Sisa-sisa
arsitektur kerajaan Gowa masih dapat ditemui di kawasan pinggiran, di
tenggara kota Makassar. Di kawasan ini terdapat Makam Sultan Hasanuddin,
salah seorang raja Gowa yang sangat terkenal, hidup antara tahun 1629 –
1670. Di luar kompleks makam Pahlawan nasional ini terdapat Batu
Pelantikan yang disebut “palantikang”
merupakan tempat dimana dulu Raja-raja Gowa dilantik sebagai pemangku
kerajaan dan dianugerahi mahkota kerajaan. Tidak jauh dari kompleks
pemakaman Sultan Hasanuddin terdapat Mesjid Katangka yang juga memiliki
kompleks makam di mana di dalamnya terdapat beberapa kuburan dengan
arsitektur khas.
Beberapa kilometer ke arah selatan kota Sungguminasa terdapat Museum“Balla Lompoa”. Dimasa lalu bagunan
ini adalah istana Sultan Gowa. Istana ini berupa bangunan rumah kayu
dengan gaya arsitektur Bugis-Makassar. Pada Museum tersimpan koleksi
yang hampir sama dengan museum yang terdapat di Benteng Fort Rotterdam.
Pulau
Kayangan terletak sekitar empat mil laut atau sekitar 15 menit dengan
menggunakan speed boat dari Pelabuhan Laut dekat pelabuhan
Soekarno-Hatta, Makassar. Pulau Kayangan adalah sebuah pulau kecil
berpasir putih seluas satu hektar. Lokasi wisata ini dilengkapi
fasilitas antara lain pondokan, panggung hiburan, restoran, gedung serba
guna dan anjungan untuk memancing beragam jenis ikan laut. Pulau kecil
yang terletak di lepas pantai kota Makassar ini ramai dikunjungi
wisatawan pada hari libur. Kegiatan yang banyak dilakukan wisatawan di
pulau ini selain memancing adalah snorkling.
Di pulau ini tersedia beberapa penginapan kecil yang juga menyediakan
fasilitas makan. Untuk menuju ke pulau ini wisatawan dapat menumpangi
perahu motor milik pengelola atau menyewa speed boat. Dimasa lalu pulau
ini menjadi tempat peristirahatan dan wisata petinggi kolonial Belanda.
Ada beberapa bangunan peritirahatan khas Eropah yang sayangnya kini
tidak ditemukan lagi
Maros
merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Sulawesi Selatan,
termasuk tetangga yang berbatasan langsung dengan kota Makassar atau
dikenal Kabupaten penyangga kota Makassar. Obyek-obyek wisata di
Kabupaten Maros yang banyak dikunjungi wisatawan antara lain
Bantimurung. Di lokasi ini terdapat Air Terjung Bantimurung yang berada
di lokasi perbukitan kapur yang subur dengan aneka tumbuhan.
Bantimurung terkenal karena menjadi habitat aneka jenis kupu-kupu yang
cantik, di lokasi wisata ini terdapat Museum kupu-kupu. Obyek wisata
andalan ini cocok untuk kegiatan wisata alam di lembah bukit kapur/karts
yang curam dengan vegetasi tropis yang subur sehingga selain memiliki
air terjun yang spektakuler juga menjadi habitat yang ideal berbagai
spesies kupu-kupu, burung dan serangga yang langka. Selain air terjun
dan kupu-kupunya, terdapat pula sebuah gua dengan stalagtit dan
stalagmitnya yang menakjubkan. Dekat dari Bantimurung terdapat gua Leang
Leang. Gua ini diperkirakan menjadi tempat kediaman manusia purba yang
hidup di daerah ini pada masa 8000 hingga 30.000 tahun yang lalu.
Terdapat lukisan tua yang dilukis pada dinding gua yang diperkirakan
berusia 5000 tahun SM. Tempat yang disebut juga Taman Prasejarah
Leang-Leang ini terletak pada deretan bukit kapur yang curam dan para
arkeolog berpendapat bahwa beberapa gua yang terdapat disekitar kawasan
tersebut pernah dihuni manusia yang ditandai dengan lukisan. Prasejarah
berupa gambar babi rusa serta puluhan gambar telapak tangan yang ada
pada dinding – dinding gua. Selain lukisan prasejarah, juga terdapat
benda laut berupa kerang yang menandai bahwa gua tersebut juga pernah
terendam dan dikelilingi oleh laut. Di kawasan Bantimurung ini pernah
dibangun rumah-rumah peristirahatan dengan arsitektur khas
Bugis-Makassar, namun sayangnya tempat itu musnah terbakar.
Obyek
wisata Alam Gua Pattunuang di Kabupaten Maros selain kaya akan akan
stalagtit dan stalagmit yang menakjubkan, juga memiliki panorama alam
sekitarnya sangat menawan dan indah. Berbagai spesies flora dan fauna
yang tergolong langka dapat dijumpai di tempat ini. Diperkaya lagi
dengan bentangan pegunungan yang curam dan bertebing. Pada kawasan ini
terdapat batu besar yang berbentuk perahu yang menyimpan legenda
menarik. Menurut cerita rakyat bahwa pada zaman dahulu, pernah ada
saudagar dari Cina yang datang untuk melamar guna mempersunting gadis
Samangki, namun karena lamarannya ditolak akhirnya saudagar tersebut
malu dan mengkaramkan perahunya yang kemudian menjelma menjadi batu.
Batu tersebut kemudian dikenal masyarakat sekitar dengan julukan “Biseang Labboro” yaitu perahu terdampar. Di kawasan ini terlihat aneka ornamen yang indah.
Sejumlah
obyek wisata pantai juga dapat dijumpai di Maros seperti Pantai Kuri
dengan pasir putihnya. Kawasan ini merupakan salah satu pantai yang
sangat ideal untuk dinikmati, terlebih dengan suasana matahari
terbenamnya yang indah. Letaknya sangat strategis yaitu antara kota
Maros dan Kota Makassar. Keberadaannya menjadikan kawasan yang pertama
dapat dikunjungi setelah mendarat di Bandara Internasional Sultan
Hasanuddin. Untuk menuju Kota Makassar melalui pantai Kuri dapat
ditempuh dalam waktu 15 menit dengan menelusuri pesisir pantai, sehingga
selain akan memberi kenyamanan tersendiri juga terhindar dari kemacetan
arus lalu lintas jalan raya. Sayangnya Bandara Internasional Sultan
Hasanuddin yang megah itu kurang menyerap ornamen arsitektur tradisional
Sulawesi Selatan.
Malino
di Kabupaten Gowa adalah kawasan resort pegunungan yang terkenal sejak
awal kemerdekaan Indonesia. Kawasan ini pernah menjadi tempat pertemuan
antara para pemimpin Kalimantan dan pemimpin daerah Indonesia timur
lainnya ketika mereka membentuk negara federasi Indonesia sebagai hasil
perundingan dengan pemerintah belanda. Di kawasan Malino terdapat
tempat-tempat peristirahatan bergaya arsitektur kolonial yang masih
terjaga keberadaannya.
Kabupaten
Jeneponto meski dikenal sebagai wilayah yang kering, ternayata memiliki
juga panorama alam yang indah dan asri dengan pepohonan yang rindang.
Tidak terlalu sulit menemukan pantainya yang landai dengan udara yang
nyaman untuk melakukan berbagai aktivitas olahraga pantai.
Salah
satu obyek pantainya yang terkenal adalah Birtaria Kassi di Kecamatan
Tamalatea dengan pantai yang landai dan sudah tertata baik, ditunjang
berbagai fasilitas kolam renang, penginapan dengan bagunan berarsitektur
Bugis-Makassar. Di kawasan ini juga terdapat kolam pancing dan berbagai
restoran, toko souvenir dan arena hiburan anak – anak. Air Terjun Boro,
berlokasi di Desa Tompobulu, Kecamatan Kelara. Pemandangannya indah
dengan pegunungan yang berada di kanan – kiri air terjun yang tingginya
mencapai 20 meter. Di kawasan ini rumah-rumah dibangun berarsitektur
khas Bugis –Makassar.
Kuburan
Raja – Raja Binamu merupakan kuburan para Raja – Raja Binamu yang pernah
memerintah di Butta Turatea Jeneponto. Kuburan ini memiliki ciri khas
ornamen yang indah. Derajat yang di makamkan disana dapat dilihat dari
patung yang berada di atas kuburan.
Bantaeng
adalah pusat pembuatan kapal orang Bugis dengan reputasi yang terkenal
selama ratusan tahun. Daerah ini kaya akan sejarah maritimnya. Pada masa
lalu, Bantaeng merupakan daerah taklukan Kerajaan Majapahit. Puisi –
puisi lama pada abad ke–14 pernah memuji kualitas kapal buatan daerah
ini. Di utara Bantaeng terdapat sebuah air terjun yang cukup
mengesankan. Di sini, wisatawan dapat melakukan kegiatan olahraga
pantai, mandi atau berendam di laut atau berlayar dengan perahu. Di kota
Bantaeng terdapat juga bangunan-bangunan khas gaya arsitektur kolonial.
Karena daerah ini pernah menjadi salah satu pusat pemerintahan kolonial
Belanda.
Di desa Kampala,
Kecamatan Eremerasa, terdapat Permandian Alam Emmerasa. Di sepanjang
jalan, wisatawan dapat menyaksikan rumah panggung berjejer di antara
areal persawahan. Di sekitar permandian ini udaranya sejuk dengan
pemandangan alam berupa perbukitan yang ditumbuhi pohon dan tanaman
berwarna hijau.
Di Kelurahan
Bontojaya, Kecamatan Bissappu terdapat Gua Batu Ejaya. Letaknya di atas
bukit yang datar, sekitar 300 meter dari jalan raya. Di sekitar gua itu
terdapat banyak pohon kapuk. Masyarakat setempat menggunakan buah pohon
kapuk itu sebagai bahan baku untuk membuat kasur. Gua Batu Ejaya pernah
diteliti tahun 1937 oleh Van Stein Callonfols, ilmuwan dari Belanda. Ia
melakukan penggalian arkeologi dan menemukan alat – alat batu jenis
calsedon berupa serpihan yang digunakan sebagai pencerut, ujung – ujung
panah.
Masjid Tua Tompong juga
menjadi salah satu obyek yang dikunjungi wisatawan. Masjid kuno ini
memiliki atap bentuk tumpang tiga. Bangunan induknya terdiri dari
penampil dan tubuh masjid. Dinding masjid di bagian Utara, Selatan dan
Barat terbuat dari tembok yang mempunyai ventilasi udara dari roster
porselin berwarna hijau. Dinding masjid bagian timur terdiri dari empat
pilar bergaya arsitektur Eropa. Konon, masjid ini dibangun pada tahun
1887 atas prakarsa Raja Bantaeng Karaeng Panawang pada abad 12.
Makam
Raja – Raja La Tenri Ruwa merupakan kompleks makam yang terletak di
tengah kota Bantaeng, tepatnya di Lingkungan Lembang Cina, Kelurahan
Pallantikang, Kecamatan Bantaeng. Di kompleks ini terlihat kuburan dan
nisan dengan ornamen yang khas. Di sekitarnya terdapat rumah – rumah
penduduk berarsitektur tradisional. La Tenri Ruwa adalah Raja Bone ke 11
yang pertama menerima ajakan dari Raja Gowa XIV Mangerangi Daeng
Manrabbia Sultan Alauddin untuk memeluk agama Islam. Oleh sebab itu
dalam kompleks bangunan ini terdapat sekitar 159 buah bangunan makam
yang menyerap gaya arsitektur Islam. Bahan baku bangunan makam itu
terbuat dari batu karang, selebihnya batu cadas, batu bata dan batu
kapur yang memakai bahan perekat.
Di
kota Bantaeng terdapat Balla Lompoa-rumah adat khas Bugis Makassar yang
dulu menjadi tempat bermukimnya raja – raja Bantaeng. Luas tanahnya
sekitar 1.617 meter persegi. Bangunannya terdiri dari rumah induk dan
pendopo.
Bulukumba merupakan
salah satu tempat keberangkatan kapal yang menuju ke Pulau Selayar. Di
kabupaten ini terdapat desa-desa orang Bugis -Makassar yang bermukim di
sekitar pantai Bulukumba. Rumah-rumah mereka berarsitektur Bugis
Makassar. Di arah selatan ibukota kabupaten Bulukumba terdapat desa
tempat pembuatan kapal juga sejumlah obyek wisata yang dikenal dengan
nama Pantai Bira, terletak di Kecamatan Bonto Bahari. Panorama alam yang
indah. Pantai dengan hamparan pasir putih ini menjadi tempat yang asyik
untuk menikmati sunrise dan sunset yang amat mempesona.
Pantai
di tempat ini memiliki pasir yang putih. Di kawasan pantai ini, wisatan
dapat berenang, snorkeling dan menyelam. Pada hari biasa, tempat ini
bagus untuk bersantai namun pada hari libur selalu ramai dengan
pengunjung. Pantai bira memiliki keragaman biota laut yang sangat indah.
Berbagai jenis ikan hias dan terumbu karang beraneka warna. Untuk
bermalam telah dibangun beberapa cottage ala arsitektur Bugis-Makassar
yang dipadukan dengan pendekatan konsep arsitektur modern.
Pantai
lemo-lemo, tempat pembuatan perahu tradisional dan di sekitar pesisir
dijadikan kawasan cagar alam dengan aneka satwa liar yang dilindungi.
Pantai Mandala Ria di Desa Ara Kecamatan Bontobahari terdapat
rumah-rumah khas Bugis Makassar. Selain pesona pantai berpasir putih
yang indah, juga tersedia sumber air tawar di laut disaat surut.
Kerajinan masyarakat berupa sulaman dan miniatur perahu phinisi dapat
dijadikan souvenir menarik dari lokasi ini.
Kajang
adalah kampung adat yang menjadi pemukiman dengan rumah-rumah adat khas
Kajang. Masyarakatnya masih sangat terikat dengan adat istiadat yang
bersumber dari ajaran pasang/wasiat yang disebut”Pasangnga Ri Kajang” yang dikomunikasikan lewat ”Ammatoa”sebagai
pemangku adat. Mereka hidup dalam kesederhanaan dengan pakaian serba
hitam dan bangunan rumah mereka dominan berwarna hitam dan mereka hidup
dengan melestarikan hutan sebagai warisan leluhur.
Pulau Selayar terletak
di arah tenggara dari daratan semenanjung Sulawesi Selatan ini memiliki
pantai berpasir dengan panorama yang indah. Pulau yang berbentuk
memanjang tapi sempit ini dihuni oleh masyarakat Bugis dan Makassar.
Mereka kebanyakan tinggal di kawasan pantai barat Pulau Selayar atau di
Benteng yang merupakan kota utama di pulau ini. Beberapa kilometer di
selatan Benteng terdapat Benteng Bontobangun. Di dekat Pulau Selayar
terdapat Pulau Pasi di mana wisatawan dapat melakukan kegiatan air
snorkeling. Di Selayar terdapat juga rumah adat yang berarsitektur khas.
Taka Bone Rate merupakan pulau karang atol yang terletak di tenggara
Pulau Selayar atau di utara Pulau Bone Rate. Pulau atol Taka Bone Rate
adalah yang terbesar ketiga di dunia dengan luas sekitar 2220 km2.
Kabupaten
Sinjai merupakan daerah yang terletak di pantai timur bagian selatan
jazirah Sulawesi Selatan dan berada di kaki Gunung Bawakaraeng,
menyimpan potensi wisata bahari maupun wisata alam berpemandangan yang
tidak kalah menariknya dengan daerah lainnya. Selain itu, sebagai daerah
bekas wilayah gabungan antara Kerajaan Tellulimpoe (Tondong, Bulo Bulo
dan Lamatti) dengan Kerajaan Pitulimpoe (Turungeng, Manimpahoi, Terasa,
Pao, Manipi, Suka dan Bala Suka), tentunya menyimpan benda – benda
peninggalan sebagai tanda kejayaan kedua kerajaan tersebut di masa lalu.
Hal ini merupakan potensi wisata budaya yang tiada nilainya.
Untuk
wisata bahari daerah potensi pengembangan untuk wisata bahari adalah
Pulau – pulau Sembilan di Kecamatan Sinjai Utara, Pantai Lasia di
Kecamatan Sinjai Timur dan Desa Pattongko Kecamatan Tellulimpoe. Pulau –
pulau Sembilan terdiri dari 9 buah pulau yakni Pulau Burungloe, Pulau
Liang Liang, Pulau Kambuno, Pulau Kodingare, Pulau Batanglampe, Pulau
Katingdoang, Pulau Kanalo 1, Pulau Kanalo 2 dan Pulau Larearea yang
merupakan daerah potensial untuk dijadikan obyek wisata bahari.
Benteng
Balangnipa berjarak 2 km dari pusat kota Sinjai, terletak di Kelurahan
Balangnipa, Kecamatan Sinjai Utara. Pada awal dibangunnya tahun 1560,
benteng ini merupakan dasar yang bahannya berupa batu gunung yang diikat
oleh lumpur Sungai Tangka, tebal dinding siwali reppa -setengah depa,
berbentuk segi empat dan memiliki empat buah pertahanan yang disebut
bastion. Selanjutnya pada zaman penjajahan Belanda tahun 1864,
direnovasi dengan model arsitektur Eropa dan selesai tahun 1868.
Bone
adalah ibukota kabupaten Bone. Adalah salah satu daerah yang berada
dipesisir Timur Sulawesi Selatan. Wisata budaya dan sejarahnya sangat
kaya. Antara lain rumah adat Bola Soba di Kelurahan Manurungnge,
Kecamatan Tanete Raittang. Rumah adat bugis yang terletak di pusat Kota
Watampone ini adalah bekas istana Panglima Perang Kerajaan Bone Andi
Baso Pagiling Putra Mahkota Raja Bone XXXX Lapawawoi Karaeng Sigeri.
Rumah tersebut dibangun akhir abad ke 19 atau tahun 1890. keberadaan
rumah panggung ini menunjukkan bahwa sejak masa lalu masyarakat Bone
telah menguasai pengetahuan teknik arsitektur dan sipil yang cukup
tinggi.
Museum Lapawawoi di pusat
kota Watampone. Di museum ini tersimpan peninggalan Kerajaan Bone dan
benda-benda peninggalan Arung Palakka seperti keris, patung, pakaian
kerajaan, baju-baju adat dan foto-foto keturunan Raja-raja Bone juga
sarat dengan sejarah. Pernak-pernik itu sangat indah dalam bentuk dan
warnanya.
Untuk kegiatan wisata
alam, Bone banyak memiliki gua-gua alam seperti Gua Mampu di Desa
Labbeng, yang memiliki stalagtit dan stalagmit menyerupai bentuk makhluk
sehingga muncul legenda Alleborenge Ri Mampu atau kutukan Kerajaan
Mampu. Legenda tentang kerajaan yang dikutuk menjadi batu ini
disampaikan secara turun temurun di tengah masyarakat setempat dan
menjadi daya tarik tersendiri bagi para pecinta alam.
Sejumlah
makam menjadi obbyek wisata ziarah seperti komplek pemakaman Raja
Kalokkoe (Laleng Bata) sekitar 3 km dari kota Watampone dan makam
Raja-raja Watang Lamuru di Desa Labalata, kompleks makam Labalata dan
Kalokkoe serta makam Lapatau Matanna Tikka di Desa Nagauleng, Kecamatan
Cenrana. Makam-makam ditempat ini dibuat dengan bentuk yang khas.
Bajoe
yang terletak 7 km di sebelah timur Bone merupakan kota pelabuhan dan
penyeberangan menuju ke Kolaka di Sulawesi Tenggara. Wisatawan dapat
menyewa perahu jika berminat melihat ”desa terapung” di dekat Bajoe.
Rumah-rumah masyarakat di kawasan itu dibangun dengan khas arsitektur
Bugis-Makassar.
Pemandian alam
Mattampa merupakan salah satu obyek wisata di Kabupaten Pangkep yang
terletak di Kelurahan Samalewa, Kecamatan Bungoro sekitar 3 km dari kota
Pangkajene yang berada pada poros Makassar – Pangkep. Di pemandian ini
juga terdapat Gua Mattampa dan taman rekreasinya yang dilengkapi
fasilitas olahraga dan pertanian terpadu dan pusat percontohan
pengembangan kolam air tawar dan tempat memancing. Di beberapa gua,
terdapat peninggalan purbakala berupa gambar telapak tangan, babi, rusa,
perahu yang diperkirakan berusia 5000 tahun.
Di
kelurahan Balloci Baru terdapat Taman Laut Pulau Kapoposan di Desa
Mattiro Ujung Kecamatan Liukang Tupabiring. Kepulauan ini memiliki
gugusan terumbu karang yang padat dan indah yang di sela – selanya
berenang ikan – ikan hias aneka warna dari berbagai spesies. Di bagian
timur pantai yang landai dan berpasir putih sudah dilengkapi dengan
fasilitas akomodasi dengan bangunan rumah khas berarsitektur Bugis
Makassar.
Obyek pantai lainnya
adalah Pulau Langkadea, sekitar 25 menit dengan speed boat dari
Pelabuhan Bining Kassi, Pangkajene. Pulau ini disebut juga Citra Mustika
Langka atau Pulau Wisata Bahari Muslim karena pengunjung menghadapi
sejumlah ketentuan misalnya harus berbusana muslim, laki – laki dan
perempuan yang bukan muhrimnya tidak diperkenankan serumah dan tidak
diperbolehkan ada judi. Sejumlah fasilitas tersedia mulai dari
akomodasi, jet sky dan fasilitas olahraga lainnya.
Soppeng
merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Sulawesi Selatan. Ibukotanya
Watansoppeng atau disebut juga kota kalong atau kelelawar, ada sekian
mitos yang berkembang bahwa keberadaan kalong ini yang jumlahnya ratusan
hingga ribuan ini, bertengger di pohon – pohon taman kota dengan suara
berisik yang khas. Keberadaan kalong di jantung kota Watansoppeng
semakin menambah pesona kota ini karena ibukota Watansoppeng dijuluki
sebagai kota kalong. Uniknya kalong ini hanya mau berdiam dan
bergelantungan di pepohonan sepanjang kota Watansoppeng. Di Soppeng
masih banyak ditemukan bagunan bergaya arsitektur kolonial. Salah satu
diantaranya yang cukup terkenal diberi julukan ”Rumah Tinggi”
Villa
Yuliana merupakan salah satu bangunan arsitektur peninggalan Belanda di
Kabupaten Soppeng, bangunan ini terletak di jantung kota Watansoppeng,
dibangun oleh C. A. Krosen tahun 1905 selaku Gubernur Pemerintahan
Hindia Belanda di Sulawesi. Konstruksi dan arsitektur bangunan ini
merupakan perpaduan gaya Eropa dan gaya Bugis. Villa ini merupakan
bangunan kembar, satu di antaranya ada di Nederland, pembangunan villa
ini merupakan wujud kecintaan terhadap Ratu Yuliana.
Rumah
Adat Sao Mario terletak di Kelurahan Manorang Salo, Kecamatan
Marioriawa. Di dalam kompleks Rumah Adat Sao Mario ini, terdapat
berbagai jenis rumah adat yang bergaya Arsitektur Bugis, Makassar,
Mandar, Toraja, Minangkabau dan Batak. Rumah adat ini juga berfungsi
sebagai museum dengan koleksi berbagai jenis barang antik yang bernilai
tinggi dari berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri seperti :
kursi, meja, tempat tidur, senjata tajam dan berbagai macam batu
permata.
Kompleks Istana Datu
Soppeng terletak di jantung kota Watansoppeng, berhadapan dengan Villa
Yuliana yang dibangun sekitar tahun 1261 pada masa Pemerintahan Raja
Soppeng I Latemmalala yang bergelar Petta Bekkae. Dalam kompleks
tersebut terdapat bangunan, antara lain : Bola Ridie -Rumah Kuning yang
berfungsi untuk menyimpan berbagai jenis atribut kerajaan, SalassaE
berfungsi sebagai Istana Datu Soppeng. Menhir Latammapole sebagai tempat
menjalani hukuman bgi orang yang melanggar adat dengan cara
mengelilingin 7ya kali.
Makam
Jera Lompoe adalah makam Datu/Raja-Raja Soppeng, Luwu dan Sidenreng dari
abad XVII. Makam ini terletak di Kelurahan Bila Kecamatan Lalabata
sekitar 1 km sebelah utara kota Watansoppeng. Melihat bentuk, type
orintasi dan data historis makam ini dapat dikatakan bahwa Islam masuk
sekitar abad XVII. Namun, dilihat dari bentuk nisannya terdapat pengaruh
kebudayaan Hindu. Itu terlihat pada ornamen-ornamennya.
Pemandian
Air Panas Lejja merupakan salah satu objek wisata andalan yang banyak
dikunjungi oleh wisatawan domestik dan mancanegara. Pemandian ini berada
dalam kawasan hutan lindung yang berbukit dengan panorama alam yang
indah, sejuk, nyaman di Desa Bulue, Kecamatan Marioriawa. Di tempat ini
terdapat fasilitas peristirahatan yang dibangun dengan gaya campuran
tradisional dan modern.
Pemandian
Alam Ompo merupakan salah satu tujuan wisata andalan pula. Pemandian
yang terletak di Kelurahan Ompo, Kecamatan Lalabata ini dikenal dengan
airnya yang jernih. Pada obyek wisata Ompo ini terdapat areal yang luas
untuk perkemahan dan Motor Cross dan juga terdapat sebuah danau buatan
yang cukup luas sebagai areal bermain perahu dan memancing ikan air
tawar.
Pemandian Alam Citta
terletak di Jantung Desa Citta, Kecamatan Liliriaja. Di obyek ini
pengunjung dapat berenang dan menikmati keindahan panorama alam,
perkampungannya masih banyak yang khas berarsitektur Bugis-Makassar dan
berbagai aktivitas masyarakat sekitarnya seperti pengolahan tembakau
secara tradisionil.
Kota Sengkang
terletak di pinggir Danau Tempe yang memiliki panorama indah. Sengkang
merupakan kota yang cukup menyenangkan untuk dikunjungi. Salah satu daya
tarik kota Sengkang adalah produk kain sutera. Hasil industri tenun
milik rakyat. Sengkang memang dikenal sebagai pusat industri sutera.
Kain sutera banyak dijual di pasar Sengkang seperti selendang sutera.
Namun, sayangnya pusat penenunan sutera milik rakyat umumnya terletak di
desa-desa di sekitar Sengkang yang tidak memiliki akses angkutan umum.
Untuk dapat menuju ke desa-desa ini, Anda harus menyewa angkutan umum.
Danau
Tempe merupakan danau yang cukup luas namun dangkal yang menjadi
habitat satwa burung. Pinggiran danau merupakan kawasan tanah lumpur
yang juga menjadi tempat bermukim masyarakat setempat. Pengunjung dapat
berjalan-jalan menyusuri danau dengan menggunakan perahu motor hingga ke
Sungai Walanae, mengunjungi Desa Salotangah dan Desa Batu Batu yang
berada di tengah danau.
Pinrang
dikenal sebagai salah satu ”Lumbung Pangan” di Sulawesi Selatan
sekaligus penghasil udang, ikan bandeng, kakao, kopi, kemiri dan kelapa.
Sebagai daerah pertanian yang memiliki sumber daya alam yang cukup,
Pinrang juga memiliki kekayaan laut yang membentang sekitar 93 km dari
kota Parepare sampai ke Polewali Mamasa.
Pulau
Kamarrang di Kelurahan Ujung Labuang dapat ditempuh dari Ujung Lero
sekitar 30 menit dengan menggunakan perahu motor. Gugusan pulau yang
menyembul dari laut ini mempunyai luas 7 hektar didominasi oleh vegetasi
hutan pantai termasuk hutan bakau yang mengitari pulau – pulau bagian
Barat dan Utara. Sementara pada bagian Timur terdapat pantai berbatu
keras yang tahan hantaman ombak. Pada bagian tengah pulau terdapat pohon
– pohon tua yang digelantungi oleh ratusan kelelawar.
Terdapat
sebuah makam tua di pulau ini dan dikeramatkan oleh para peziarah untuk
menyatakan dan melepas nazar bila keinginannya dikabulkan. Terdapat
sebuah villa berarsitektur modern di pulau ini yang digunakan wisatawan
untuk beristirahat.
Dua buah air
terjun terdapat pula di Kabupaten Pinrang yaitu Air Terjun Karawa di
Kelurahan Betteng. Kawasan air terjun dengan ketinggian 60 meter ini di
bawahnya terdapat kolam – kolam alami dan bebatuan untuk beristirahat.
Dari kolam alami ini, air mengalir melalui batu – batu gunung dan
menciptakan air terjun kecil sehingga seolah bersusun – susun.
Air
terjun lainnya masih di kelurahan yang sama sekitar 20 km dari kota
Pinrang disebut Air Terjun Kalijodoh. Berada di kawasan seluas 2 hektar
dan mempunyai empat sumber air. Panorama alam pegunungannya membuat
tempat ini terasa sejuk dan nyaman sehingga menjadi tempat memadu kasih
dan diyakini mereka yang datang berpasangan bisa berjodoh. Tak heran
bila hari libur banyak dikunjungi wisatawan lokal setempat.
Pemandian
air panas terdapat di Kelurahan Maminasse pada jalan poros
Pinrang-Sidrap. Ada dua sumber air yang mendukung tempat ini yaitu
sumber air panas dan sumber air dingin. Di lokasi ini telah dibangun
kolam renang yang sumber airnya dari kedua mata air tersebut. Pemandian
Air Panas Sulili ini sudah dilengkapi berbagai fasilitas lainnya
termasuk pondok wisata sehingga banyak dikunjungi wisatawan domestik.
Pemandian
air panas lainnya terdapat di Kelurahan yang sama menuju arah PLTU
Bakaru, sekitar 12 km dari Pinrang. Pemandian Air Panas Lemosusu ini
memiliki panorama alam yang meski failitasnya masih sederhana untuk
mandi maupun berendam.
Kota
Palopo adalah ibukota kabupaten Luwu Provinsi Sulawesi Selatan. Kota ini
terletak di daerah pegungungan yang memiliki banyak danau. Danau-danau
di wilayah ini saling berhubungan melalui banyak sekali sungai-sungai
kecil. Dari kota ini bisa dilakukan perjalanan kekota pertambangan
Soroako. Kota terletak di dekat Danau Matano seluas 16.400 hektar dan
merupakan danau terdalam di Sulawesi. Di sebelah selatan Danau Matano
terdapat Danau Towuti seluas 56.100 hektar yang merupakan danau terbesar
kedua di Indonesia setelah Danau Toba. Danau ini menjadi habitat aneka
flora dan satwa burung. Di Kota Palopo telah dibangun rumah adat yang
cukup besar berarsitektur Bugis. Rumah adat ini sering dimanfaatkan
untuk berbagai upacara baik upacara adat ataupun upacara Pemerintah
Daerah.
Di Kabupaten Luwu
terdapat Istana Kerajaan Luwu atau disebut juga Museum Batara Guru,
misalnya, terletak di pusat kota Palopo. Istana ini didirikan pada tahun
1922 – 1924 oleh seorang arsitek Belanda bernama Obsenter Noble pada
masa penjajahan Belanda di Luwu dengan bangunan bergaya Eropa.
Istana
yang berfungsi sebagai museum Batara Guru ini menyimpan benda – benda
pribadi dan peralatan yang pernah digunakan Rja – Raja Luwu. Di sini
juga terdapat benda – benda antik seperti keramik, peralatan dan
perlengkapan upacara adat dan benda pusaka.
Makam
Raja – Raja Luwu ”Lokkoe” yang artinya gua tempat peristirahatan.
Terletak di pusat kota Palopo dan bentuknya unik seperti bentuk
piramida. Di tempat ini dimakamkan para Raja Luwu yang pernah berkuasa.
Gua Liang Andulan di Desa Siteba, Kecamatan Lamasi memiliki ragam
stalaktit dan stalagmit dengan warna – warna yang indah. Untuk mencapai
gua, pengunjung harus melalui sekitar 480 anak tangga dan di dalam gua
terdapat makam leluhur To Tana Lalong terdiri dari Liang Kabongian dan
Liang Sugi Sakalikuku.
Tana
Toraja merupakan daerah tujuan wisata internasional yang paling menarik
dan paling terkenal di Sulawesi. Secara geografis Tana Toraja berada di
pegunungan pada pangkal semenanjung Sulawesi Selatan. Di kawasan yang
indah permai ini masih bisa ditemui desa-desa tradisional dengan sawah
yang membentang luas, bangunan rumah tradisional Tongkonan dengan
arsitektur yang unik khas kebudayaan Toraja yang sangat menarik.
Masyarakat
Toraja secara etnografis dapat dibagi dalam tiga kelompok yaitu Toraja
Barat, Timur dan Selatan, namun yang banyak dikenal orang luar khususnya
wisatawan asing adalah Toraja Selatan yang dikenal juga dengan nama
Toraja Sa’adan atau Saqdan. Pada umumnya mereka bermukim di sekitar
Rantepao dan Makale, ibukota administrasi Tana Toraja. Kota kecil yang
cantik ini dikelilingi perbukitan yang puncaknya sering ditutupi kabut
dan di dekat kota terdapat sebuah danau buatan.
Rantepao
merupakan kota terbesar di Tana Toraja dan juga pusat perdagangan di
wilayah ini. Wisatawan yang mengunjungi Toraja umumnya berkumpul di
Rantepao. Kota ini menjadi titik awal bagi wisatawan yang ingin
megeksplorasi segala keunikan dan keindahan Toraja. Rantepao adalah kota
hujan karena hujan hampir selalu turun sepanjang tahun dengan udara
yang dingin pada malam hari. Di kota ini masih banyak terdapat
rumah-rumah yang dibangun dengan arsitektur khas Toraja.
Salah
satu upacara adat yang paling mengesankan di Toraja adalah upacara
penguburan mayat yang sudah terkenal ke seluruh dunia. Orang Toraja
percaya tanpa upacara penguburan ini, arwah orang yang mati akan
memberikan kemalangan bagi keluarga yang ditinggalkan. Upacara
penguburan ini, menjadi ajang ditampilkannya ornamen-ornamen khas Toraja
yang sangat indah.
Sumber : http://wahyudi-mustamin.blogspot.com/
ichankjuradi(c)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar