Kamis, 26 Juli 2012

ARSITEKTUR TRADISIONAL SULAWESI SELATAN Part4



“Arsitektur Tradisional Sulawesi Selatan, Dari Masa Kemasa.
 
 
 
 
Perkembangan arsitektur tradisional dipengaruhi oleh banyak faktor seperti : waktu, pengaruh budaya luar, pola hidup, ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang. Dari masa lampau hingga masa kini ada 4 masa perkembangannya yang dapat ditelusuri yaitu : Masa arsitektur tradisional, Masa arsitektur klassik, Masa arsitektur modern serta Masa arsitektur post modern.
Masa arsitektur tradisional : pada masa ini budaya asli dan pola hidup masyarakat tradisional berkembang didalam masyarakat tanpa ada pengaruh luar, arsitektur tradisional merupakan pilihan satu-satunya. Secara tradisi, bangunan hanya berfungsi sebagai rumah tinggal ataupun sebagai tempat bermukim keluarga.
Arsitektur tradisional sangat dipengaruhi oleh keadaan dan potensi alam sekitarnya yang sering diambil menjadi motif utama pemberi corak. Terutama pengaruh iklim, curah hujan, tumbuh-tumbuhan yang dipakai sebagai bahan bangunan dan batu-batuan. Arsitektur tradisional Toraja misalnya, mempunyai sudut kemiringan atap yang tajam karena curah hujan di daerah ini besar. Bambu dipakai sebagai atap dan plafound karena banyak hutan bambu di Tana Toraja. Demikian pula halnya bahan kayu yang dipakai sebagai tiang dan dinding.
Perihal ragam hias ornamen arsitektur tradisional Sulawesi Selatan yang sering ditemukan dan banyak memberi warna, dipakai menghiasi dinding dan tiang sesuai tradisi masing masing etnis. Ornamen dipakai sebagai ungkapan arti simbol simbol suatu benda yang dianggap mempunyai arti khas dalam penghidupan dan kehidupan masyarakat tradisional etnis bersangkutan.
Masa Arsitektur Klassik adalah masa berkembangnya arsitektur klassik dari Eropa yang masuk ke Indonesia. Arsitektur Klassik disebut pula “Arsitektur Kolonial” karena gaya ini hadir pada zaman kolonial. Model arsitektur klasik sangat berbeda dengan arsitektur tradisional. Perbedaan itu terlihat dalam hal konsep, prinsip dasar, bentuk tata ruang, bahan bangunan, struktur dan konstruksi. Sejak masa ini, arsitektur tradisional mulai tersisihkan.
Arsitektur Klasik mencakup gaya Renaissance, Ghotic dan Barouq. Gaya arsitektur ini lebih dikenal melalui rancangan Istana Raja dan Gereja di Eropa, yang kemudian menyebar keseluruh dunia seiring penyebaran agama Katolik dan Protestan.
Gaya gaya klasik ini terlihat pada Gereja yang lebih menekankan pada konsep sakral yaitu : Manusia itu kecil dihadapan Tuhan. Para arsitektur menerjemahkannya kedalam bahasa non verbal dengan menampilkan bangunan, ruangan atau komponen bangunan yang berskala mega atau melampaui skala manusia. Misalnya, bangunan besar dengan lantai atau permukaan tanah yang ditinggikan, kolom yang besar, ruangan yang sangat luas dan plafond tinggi dan berorientasi keatas. Cara penyelesaian arsitektur seperti ini dikenal sebagai cara untuk memperoleh wibawa dan menekankan perasaan manusia yang berada di dekatnya atau didalamnya sehingga merasa lebih kecil dan tidak berarti didekat bangunan atau kolom yang besar, atau didalam ruangan yang luas dengan plafond yang tinggi itu. Disini peran proporsi dan skala dari bangunan, ruang dan komponen sangat penting.
Dimasa arsitektur klassik ini, penggunaan bahan bangunan, tata ruang, bentuk bangunan, struktur dan konstruksi menjadi lain. Bahan bangunan lokasi seperti ; kayu, bambu, dan rerumputan untuk bahan atap mulai kurang dipakai. Karena semen, batu merah, beton dan besi jauh lebih menjamin kekuatan dan keawetan bangunan. Arsitektur tradisional yang lebih mengutamakan penggunaan bahan bangunan alamiah mulai dilupakan.
Gaya arsitektur klassik terus tumbuh, berkembang dan mewarnai karakter berbagai bangunan penting, tidak hanya pada Gereja tetapi juga bangunan Pemerintah Kolonial dan perumahan mereka. Begitupun ketika pedagang Cina, masuk ke Indonesia, mereka juga membawa gaya arsitektur Cina, seperti terlihat pada rumah ibadah “Klenteng” dan perumahan didalam “Kampung Cina” yang masih dapat dilihat di beberapa kota besar di Indonesia.
Masa Arsitektur Modern : Konsep arsitektur modern menekankan faktor“fungsionalisme” dan “efesiensi” . Ilmu pengetahuan dan teknologi arsitektur modern memberi warna lain bagi perkembangan kearsitekturan, misalnya desain dan teknologi bahan bangunan. Konsep arsitektur modern pada dasarnya lebih menekankan fungsionalisme dan efesiensi yang mengutamakan kenikmatan penghuni dan keleluasaan ruang gerak manusia. Pemakaian bahan bangunan pun menjadi lebih bebas dan beragam.
Dalam perkembangan selanjutnya, arsitektur modern ini mendominasi karya-karya arsitektur di Indonesia. Ternyata arsitektur modern sebagai suatu konsep yang mengutamakan fungsionalisme dan efisiensi itu lebih mampu mewadahi aktifitas manusia moderen sampai sekarang.
Masa Arsitektur Post-Modern adalah model arsitektur masa kini. Arsitektur Post –Modern ini memunculkan kembali arsitektur tradisional. Ini juga menjadi suatu pertanda bahwa arsitektur di Indonesia sedang mencari bentuk lain seiring dengan kecenderungan masyarakat dan para arsitek memanfaatkan warisan budaya masa lampau untuk menemukan identitas baru yang dapat dipakai sebagai simbol dalam era globaliasi ini. Identitas, karakter dan ciri khas sangat penting untuk dihadirkan kembali. Pada masa ini, funsionalisme dan efisiensi menjadi tidak mengikat lagi, mulai tidak dipersoalkan.
Gaya arsitektur Post-Modern yang sedang melanda dunia kearsitekturan juga merambah masuk ke Indonesia melalui kota-kota besar. Gaya post-modern ini lebih menonjolkan simbolisme, klasik, ornamen, warna-warni dan bentuk yang unik. Nampaknya gaya ini menoleh dan menggali dan memanfaatkan keunikan arsitekturan tradisional dan seni masa lampau untuk berimajinasi ke masa depan.
Gaya arsitektur tradisional yang beranekaragam di Indonesia menjadi sumber inspirasi utama dalam pengayaan gaya post-modern ini selanjutnya. Beberapa arsitektur modern masa kini, dirancang dan dibangun dengan mengawinkannya dengan unsur-unsur arsitektur tradisional tetapi terkadang bauran dengan unsur tradisional itu sendiri, menjadi rancu akibat dari perbedaan prinsip dasar, filosofi dan konsepnya. Masalah lain akan timbul bila dua macam atau lebih arsitektur tradisional yang berbeda disatukan di dalam satu gubahan arsitektur, seperti Toraja dengan Bugis, Toraja dengan Bali, Toraja dengan Jawa, atau kombinasi lainnya. Meskipun demikian arsitektur tradisional masih memiliki dan menampilkan persamaan yaitu : unsur vertikal dan horisontal. Bahkan kedua unsur ini dapat ditemukan pada seluruh gaya arsitektur tradisional di Indonesia.
Pada arsitektur masa kini dimana modernitas dan tradisional muncul bersamaan, nampaknya ada kecenderungan untuk menjawab keinginan masyarakat tampil lebih eksis, beridentitas etnis dan menyatakan status sosial melalui arsitektur tradisional sebagai simbol agar mempunyai“nilai Aktualisasi” . Cara pernyataan diri ini menjadi lebih menarik karena tradisionalisme ditarik hadir dalam pola hidup modern. Kemudian muncullah masalah-masalah akibat benturan antara tradisional dengan modernitas. Unsur tradisional memang hadir tetapi lepas dari prinsip dasar dan norma norma khasnya.
Konsepsi Arsitektur Tradisional Sulawesi Selatan Sebagai Reinkarnasi “Karakter” Pengembangan Kawasan Budaya Dan Pariwisata Lokal.
Sulawesi Selatan secara geografis terletak pada 0012’~80 Lintang Selatan dan 116048’~122036’ Bujur Timur. Temperatur udara sekitar 26,90C, yaitu antara 22,30C ~ 34,50C. Daerah ini merupakan Jazirah Barat Daya Pulau Sulawesi, dengan daerah dataran, pegunungan dan lautan. Letaknya berada di daerah katulistiwa hingga masyarakatnya berpeluang hampir sepanjang tahun bisa bercocok-tanam. Daerah Sulawesi selatan dihuni oleh tiga etnis utama yaitu Bugis, Makassar, Mandar dan Toraja. Masing-masing yang berbeda dalam bahasa dan sebagian budayanya. Perbedaan itu terlihat juga pada jenis makanan, pakaian, musik dan tari-tarian.
Dalam hal arsitektur rumah tradisional Bugis-Makassar secara umum sejenis, yaitu rumah panggung dengan atap pelana yang sebagian besar bahan bangunannya dari kayu. Arsitektur rumah tradisional Toraja juga berupa rumah panggung, tetapi, pola ruang, struktur dan konstruksinya sangat berbeda dibanding rumah arsitektur tradisional Bugis-Makassar.Bahan bangunan untuk atapnya adalah bambu.
Kelompok etnis yang paling besar di Sulawesi Selalatan adalah Bugis dan Makassar. Suku Makassar, Bugis dan Mandar terkenal sebagai pusat kelahiran pelaut berjiwa patriotik, baik dimasa perang maupun dimasa damai. Pada abad XVI Etnis Bugis- Makassar dan Mandar yang menghuni kawasan pantai mempunyai pelaut-pelaut ulung. Dengan perahu layar tradisionalnya mereka mengarungi lautan kepulauan Indonesia. Mereka berlayar untuk berniaga ke berbagai bandar niaga di Pulau Jawa, Sumatera, Malaka kepulauan Maluku di Kawasan Timur Indonesia, bahkan sampai ke Madagaskar (Mattulada 1998:3). Bahkan sampai kebagian utara Australia, beberapa pulau di samudera Pasifik sampai kepantai Afrika.
Dalam sistem sosial masyarakat Bugis dan Makassar ada strata sosial masyarakat yang menentukan arsitektur rumah tinggal mereka. Pola ruang, ornamen, dan besaran rumah tradisional Bugis-Makassar mempunyai korelasi positif dengan tingkat strata sosial pemiliknya. Ukuran ruang, pintu dan jendela rumah Bugis-Makassar relatif besar. Kemungkinan kondisi ini diwujudkan untuk mengeliminir temperatur udara panas terutama yang lokasinya di daerah hilir dan pantai. Rumah tradisional Toraja atapnya melengkung, ukiran yang cantik dan warna yang alami.
Latar belakang geografis, prasejarah dan sejarah Sulawesi Selatan telah melahirkan kekayaan budaya yang menarik. Seseorang dapat mengamati, menikmati berbagai pengalaman pada keunikan budayanya, itu masih dapat ditemukan di beberapa daerah misalnya pada upacara religius, upacara adat, seni tradisional, seni ukir, tenun benang kapas dan sutra serta arsitektur tradisionalnya.
Makassar merupakan salah satu kota bandar niaga terbesar di Indonesia bagian timur. Makassar dan daerah sekitarnya juga terkenal memiliki pelaut ulung yaitu orang orang yang ahli membuat kapal laut sekaligus mumpuni berlayar. Pelabuhan Paotere yang berada di utara Ujung Pandang merupakan kawasan pelabuhan kapal tradisional. Dipelabuhan ini terlihat kapal-kapal layar Phinisi khas Bugis-Makassar yang terkenal itu berlabuh.
Benteng peninggalan kolonial Fort Rotterdam dan sejumlah bangunan peninggalan kolonial lainnya seperti rumah kediaman Gubernur menjadi bukti sejarah keberadaan Belanda di kota Makassar. Benteng Rotterdam atau Fort Rotterdam merupakan salah satu bangunan peninggalan kolonial yang paling terawat di Indonesia. Benteng ini menjadi salah satu contoh terbaik dari arsitektur bangunan peninggalan Belanda yang ada di Indonesia.
Sebelum Fort Rotterdam dibangun, di tempat ini terdapat benteng yang disebut Benteng Pannyua milik kerajaan Gowa yang dibangun pada sekitar tahun 1545. Kemudian Benteng ini dikuasai Belanda ketika sukses menyerang dan menduduki daerah ini. Setelah Perjanjian Bungaya ditandatangani pada tahun 1667, Belanda kemudian memodifikasi ulang benteng itu yang selanjutnya dikenal dengan nama Fort Rotterdam. Dalam bangunan benteng ini terdapat Museum Negeri La Galigo yang memiliki koleksi antara lain peralatan makanan dan memasak dari Tana Toraja, instrument musik dan berbagai macam kostum pakaian adat.
Makassar juga merupakan kota tempat peristrahatan terakhir dua pahlawan besar Indonesia; Sultan Hasanuddin dan Pangeran Diponegoro yang di asingkan Belanda dari Jawa ke kota ini. Pahlawan nasional Pangeran Dipenogoro menjalani penahanan masa pengasingan selama 26 tahun di Fort Rotterdam. Makam Diponegoro dan sebuah monumen untuk mengenang jasa pahlawan yang gagah berani ini terdapat di jalan Diponegoro, Makassar.
Monumen Mandala di jalan. Jendral Sudirman merupakan tugu berbentuk menara yang menjadi salah satu ikon arsitektur- ciri kota Makassar. Selain itu bangunan Vihara yang bergaya arsitektur Cina juga banyak terdapat di kota ini, khususnya di jalan Sulawesi, karena masyarakat keturunan Cina banyak bermukim di jalan itu dan sekitarnya.
Sisa-sisa arsitektur kerajaan Gowa masih dapat ditemui di kawasan pinggiran, di tenggara kota Makassar. Di kawasan ini terdapat Makam Sultan Hasanuddin, salah seorang raja Gowa yang sangat terkenal, hidup antara tahun 1629 – 1670. Di luar kompleks makam Pahlawan nasional ini terdapat Batu Pelantikan yang disebut “palantikang” merupakan tempat dimana dulu Raja-raja Gowa dilantik sebagai pemangku kerajaan dan dianugerahi mahkota kerajaan. Tidak jauh dari kompleks pemakaman Sultan Hasanuddin terdapat Mesjid Katangka yang juga memiliki kompleks makam di mana di dalamnya terdapat beberapa kuburan dengan arsitektur khas.
Beberapa kilometer ke arah selatan kota Sungguminasa terdapat Museum“Balla Lompoa”. Dimasa lalu bagunan ini adalah istana Sultan Gowa. Istana ini berupa bangunan rumah kayu dengan gaya arsitektur Bugis-Makassar. Pada Museum tersimpan koleksi yang hampir sama dengan museum yang terdapat di Benteng Fort Rotterdam.
Pulau Kayangan terletak sekitar empat mil laut atau sekitar 15 menit dengan menggunakan speed boat dari Pelabuhan Laut dekat pelabuhan Soekarno-Hatta, Makassar. Pulau Kayangan adalah sebuah pulau kecil berpasir putih seluas satu hektar. Lokasi wisata ini dilengkapi fasilitas antara lain pondokan, panggung hiburan, restoran, gedung serba guna dan anjungan untuk memancing beragam jenis ikan laut. Pulau kecil yang terletak di lepas pantai kota Makassar ini ramai dikunjungi wisatawan pada hari libur. Kegiatan yang banyak dilakukan wisatawan di pulau ini selain memancing adalah snorkling. Di pulau ini tersedia beberapa penginapan kecil yang juga menyediakan fasilitas makan. Untuk menuju ke pulau ini wisatawan dapat menumpangi perahu motor milik pengelola atau menyewa speed boat. Dimasa lalu pulau ini menjadi tempat peristirahatan dan wisata petinggi kolonial Belanda. Ada beberapa bangunan peritirahatan khas Eropah yang sayangnya kini tidak ditemukan lagi
Maros merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Sulawesi Selatan, termasuk tetangga yang berbatasan langsung dengan kota Makassar atau dikenal Kabupaten penyangga kota Makassar. Obyek-obyek wisata di Kabupaten Maros yang banyak dikunjungi wisatawan antara lain Bantimurung. Di lokasi ini terdapat Air Terjung Bantimurung yang berada di lokasi perbukitan kapur yang subur dengan aneka tumbuhan. Bantimurung terkenal karena menjadi habitat aneka jenis kupu-kupu yang cantik, di lokasi wisata ini terdapat Museum kupu-kupu. Obyek wisata andalan ini cocok untuk kegiatan wisata alam di lembah bukit kapur/karts yang curam dengan vegetasi tropis yang subur sehingga selain memiliki air terjun yang spektakuler juga menjadi habitat yang ideal berbagai spesies kupu-kupu, burung dan serangga yang langka. Selain air terjun dan kupu-kupunya, terdapat pula sebuah gua dengan stalagtit dan stalagmitnya yang menakjubkan. Dekat dari Bantimurung terdapat gua Leang Leang. Gua ini diperkirakan menjadi tempat kediaman manusia purba yang hidup di daerah ini pada masa 8000 hingga 30.000 tahun yang lalu. Terdapat lukisan tua yang dilukis pada dinding gua yang diperkirakan berusia 5000 tahun SM. Tempat yang disebut juga Taman Prasejarah Leang-Leang ini terletak pada deretan bukit kapur yang curam dan para arkeolog berpendapat bahwa beberapa gua yang terdapat disekitar kawasan tersebut pernah dihuni manusia yang ditandai dengan lukisan. Prasejarah berupa gambar babi rusa serta puluhan gambar telapak tangan yang ada pada dinding – dinding gua. Selain lukisan prasejarah, juga terdapat benda laut berupa kerang yang menandai bahwa gua tersebut juga pernah terendam dan dikelilingi oleh laut. Di kawasan Bantimurung ini pernah dibangun rumah-rumah peristirahatan dengan arsitektur khas Bugis-Makassar, namun sayangnya tempat itu musnah terbakar.
Obyek wisata Alam Gua Pattunuang di Kabupaten Maros selain kaya akan akan stalagtit dan stalagmit yang menakjubkan, juga memiliki panorama alam sekitarnya sangat menawan dan indah. Berbagai spesies flora dan fauna yang tergolong langka dapat dijumpai di tempat ini. Diperkaya lagi dengan bentangan pegunungan yang curam dan bertebing. Pada kawasan ini terdapat batu besar yang berbentuk perahu yang menyimpan legenda menarik. Menurut cerita rakyat bahwa pada zaman dahulu, pernah ada saudagar dari Cina yang datang untuk melamar guna mempersunting gadis Samangki, namun karena lamarannya ditolak akhirnya saudagar tersebut malu dan mengkaramkan perahunya yang kemudian menjelma menjadi batu. Batu tersebut kemudian dikenal masyarakat sekitar dengan julukan “Biseang Labboro” yaitu perahu terdampar. Di kawasan ini terlihat aneka ornamen yang indah.
Sejumlah obyek wisata pantai juga dapat dijumpai di Maros seperti Pantai Kuri dengan pasir putihnya. Kawasan ini merupakan salah satu pantai yang sangat ideal untuk dinikmati, terlebih dengan suasana matahari terbenamnya yang indah. Letaknya sangat strategis yaitu antara kota Maros dan Kota Makassar. Keberadaannya menjadikan kawasan yang pertama dapat dikunjungi setelah mendarat di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin. Untuk menuju Kota Makassar melalui pantai Kuri dapat ditempuh dalam waktu 15 menit dengan menelusuri pesisir pantai, sehingga selain akan memberi kenyamanan tersendiri juga terhindar dari kemacetan arus lalu lintas jalan raya. Sayangnya Bandara Internasional Sultan Hasanuddin yang megah itu kurang menyerap ornamen arsitektur tradisional Sulawesi Selatan.
Malino di Kabupaten Gowa adalah kawasan resort pegunungan yang terkenal sejak awal kemerdekaan Indonesia. Kawasan ini pernah menjadi tempat pertemuan antara para pemimpin Kalimantan dan pemimpin daerah Indonesia timur lainnya ketika mereka membentuk negara federasi Indonesia sebagai hasil perundingan dengan pemerintah belanda. Di kawasan Malino terdapat tempat-tempat peristirahatan bergaya arsitektur kolonial yang masih terjaga keberadaannya.
Kabupaten Jeneponto meski dikenal sebagai wilayah yang kering, ternayata memiliki juga panorama alam yang indah dan asri dengan pepohonan yang rindang. Tidak terlalu sulit menemukan pantainya yang landai dengan udara yang nyaman untuk melakukan berbagai aktivitas olahraga pantai.
Salah satu obyek pantainya yang terkenal adalah Birtaria Kassi di Kecamatan Tamalatea dengan pantai yang landai dan sudah tertata baik, ditunjang berbagai fasilitas kolam renang, penginapan dengan bagunan berarsitektur Bugis-Makassar. Di kawasan ini juga terdapat kolam pancing dan berbagai restoran, toko souvenir dan arena hiburan anak – anak. Air Terjun Boro, berlokasi di Desa Tompobulu, Kecamatan Kelara. Pemandangannya indah dengan pegunungan yang berada di kanan – kiri air terjun yang tingginya mencapai 20 meter. Di kawasan ini rumah-rumah dibangun berarsitektur khas Bugis –Makassar.
Kuburan Raja – Raja Binamu merupakan kuburan para Raja – Raja Binamu yang pernah memerintah di Butta Turatea Jeneponto. Kuburan ini memiliki ciri khas ornamen yang indah. Derajat yang di makamkan disana dapat dilihat dari patung yang berada di atas kuburan.
Bantaeng adalah pusat pembuatan kapal orang Bugis dengan reputasi yang terkenal selama ratusan tahun. Daerah ini kaya akan sejarah maritimnya. Pada masa lalu, Bantaeng merupakan daerah taklukan Kerajaan Majapahit. Puisi – puisi lama pada abad ke–14 pernah memuji kualitas kapal buatan daerah ini. Di utara Bantaeng terdapat sebuah air terjun yang cukup mengesankan. Di sini, wisatawan dapat melakukan kegiatan olahraga pantai, mandi atau berendam di laut atau berlayar dengan perahu. Di kota Bantaeng terdapat juga bangunan-bangunan khas gaya arsitektur kolonial. Karena daerah ini pernah menjadi salah satu pusat pemerintahan kolonial Belanda.
Di desa Kampala, Kecamatan Eremerasa, terdapat Permandian Alam Emmerasa. Di sepanjang jalan, wisatawan dapat menyaksikan rumah panggung berjejer di antara areal persawahan. Di sekitar permandian ini udaranya sejuk dengan pemandangan alam berupa perbukitan yang ditumbuhi pohon dan tanaman berwarna hijau.
Di Kelurahan Bontojaya, Kecamatan Bissappu terdapat Gua Batu Ejaya. Letaknya di atas bukit yang datar, sekitar 300 meter dari jalan raya. Di sekitar gua itu terdapat banyak pohon kapuk. Masyarakat setempat menggunakan buah pohon kapuk itu sebagai bahan baku untuk membuat kasur. Gua Batu Ejaya pernah diteliti tahun 1937 oleh Van Stein Callonfols, ilmuwan dari Belanda. Ia melakukan penggalian arkeologi dan menemukan alat – alat batu jenis calsedon berupa serpihan yang digunakan sebagai pencerut, ujung – ujung panah.
Masjid Tua Tompong juga menjadi salah satu obyek yang dikunjungi wisatawan. Masjid kuno ini memiliki atap bentuk tumpang tiga. Bangunan induknya terdiri dari penampil dan tubuh masjid. Dinding masjid di bagian Utara, Selatan dan Barat terbuat dari tembok yang mempunyai ventilasi udara dari roster porselin berwarna hijau. Dinding masjid bagian timur terdiri dari empat pilar bergaya arsitektur Eropa. Konon, masjid ini dibangun pada tahun 1887 atas prakarsa Raja Bantaeng Karaeng Panawang pada abad 12.
Makam Raja – Raja La Tenri Ruwa merupakan kompleks makam yang terletak di tengah kota Bantaeng, tepatnya di Lingkungan Lembang Cina, Kelurahan Pallantikang, Kecamatan Bantaeng. Di kompleks ini terlihat kuburan dan nisan dengan ornamen yang khas. Di sekitarnya terdapat rumah – rumah penduduk berarsitektur tradisional. La Tenri Ruwa adalah Raja Bone ke 11 yang pertama menerima ajakan dari Raja Gowa XIV Mangerangi Daeng Manrabbia Sultan Alauddin untuk memeluk agama Islam. Oleh sebab itu dalam kompleks bangunan ini terdapat sekitar 159 buah bangunan makam yang menyerap gaya arsitektur Islam. Bahan baku bangunan makam itu terbuat dari batu karang, selebihnya batu cadas, batu bata dan batu kapur yang memakai bahan perekat.
Di kota Bantaeng terdapat Balla Lompoa-rumah adat khas Bugis Makassar yang dulu menjadi tempat bermukimnya raja – raja Bantaeng. Luas tanahnya sekitar 1.617 meter persegi. Bangunannya terdiri dari rumah induk dan pendopo.
Bulukumba merupakan salah satu tempat keberangkatan kapal yang menuju ke Pulau Selayar. Di kabupaten ini terdapat desa-desa orang Bugis -Makassar yang bermukim di sekitar pantai Bulukumba. Rumah-rumah mereka berarsitektur Bugis Makassar. Di arah selatan ibukota kabupaten Bulukumba terdapat desa tempat pembuatan kapal juga sejumlah obyek wisata yang dikenal dengan nama Pantai Bira, terletak di Kecamatan Bonto Bahari. Panorama alam yang indah. Pantai dengan hamparan pasir putih ini menjadi tempat yang asyik untuk menikmati sunrise dan sunset yang amat mempesona.
Pantai di tempat ini memiliki pasir yang putih. Di kawasan pantai ini, wisatan dapat berenang, snorkeling dan menyelam. Pada hari biasa, tempat ini bagus untuk bersantai namun pada hari libur selalu ramai dengan pengunjung. Pantai bira memiliki keragaman biota laut yang sangat indah. Berbagai jenis ikan hias dan terumbu karang beraneka warna. Untuk bermalam telah dibangun beberapa cottage ala arsitektur Bugis-Makassar yang dipadukan dengan pendekatan konsep arsitektur modern.
Pantai lemo-lemo, tempat pembuatan perahu tradisional dan di sekitar pesisir dijadikan kawasan cagar alam dengan aneka satwa liar yang dilindungi. Pantai Mandala Ria di Desa Ara Kecamatan Bontobahari terdapat rumah-rumah khas Bugis Makassar. Selain pesona pantai berpasir putih yang indah, juga tersedia sumber air tawar di laut disaat surut. Kerajinan masyarakat berupa sulaman dan miniatur perahu phinisi dapat dijadikan souvenir menarik dari lokasi ini.
Kajang adalah kampung adat yang menjadi pemukiman dengan rumah-rumah adat khas Kajang. Masyarakatnya masih sangat terikat dengan adat istiadat yang bersumber dari ajaran pasang/wasiat yang disebut”Pasangnga Ri Kajang” yang dikomunikasikan lewat ”Ammatoa”sebagai pemangku adat. Mereka hidup dalam kesederhanaan dengan pakaian serba hitam dan bangunan rumah mereka dominan berwarna hitam dan mereka hidup dengan melestarikan hutan sebagai warisan leluhur.
Pulau Selayar terletak di arah tenggara dari daratan semenanjung Sulawesi Selatan ini memiliki pantai berpasir dengan panorama yang indah. Pulau yang berbentuk memanjang tapi sempit ini dihuni oleh masyarakat Bugis dan Makassar. Mereka kebanyakan tinggal di kawasan pantai barat Pulau Selayar atau di Benteng yang merupakan kota utama di pulau ini. Beberapa kilometer di selatan Benteng terdapat Benteng Bontobangun. Di dekat Pulau Selayar terdapat Pulau Pasi di mana wisatawan dapat melakukan kegiatan air snorkeling. Di Selayar terdapat juga rumah adat yang berarsitektur khas. Taka Bone Rate merupakan pulau karang atol yang terletak di tenggara Pulau Selayar atau di utara Pulau Bone Rate. Pulau atol Taka Bone Rate adalah yang terbesar ketiga di dunia dengan luas sekitar 2220 km2.
Kabupaten Sinjai merupakan daerah yang terletak di pantai timur bagian selatan jazirah Sulawesi Selatan dan berada di kaki Gunung Bawakaraeng, menyimpan potensi wisata bahari maupun wisata alam berpemandangan yang tidak kalah menariknya dengan daerah lainnya. Selain itu, sebagai daerah bekas wilayah gabungan antara Kerajaan Tellulimpoe (Tondong, Bulo Bulo dan Lamatti) dengan Kerajaan Pitulimpoe (Turungeng, Manimpahoi, Terasa, Pao, Manipi, Suka dan Bala Suka), tentunya menyimpan benda – benda peninggalan sebagai tanda kejayaan kedua kerajaan tersebut di masa lalu. Hal ini merupakan potensi wisata budaya yang tiada nilainya.
Untuk wisata bahari daerah potensi pengembangan untuk wisata bahari adalah Pulau – pulau Sembilan di Kecamatan Sinjai Utara, Pantai Lasia di Kecamatan Sinjai Timur dan Desa Pattongko Kecamatan Tellulimpoe. Pulau – pulau Sembilan terdiri dari 9 buah pulau yakni Pulau Burungloe, Pulau Liang Liang, Pulau Kambuno, Pulau Kodingare, Pulau Batanglampe, Pulau Katingdoang, Pulau Kanalo 1, Pulau Kanalo 2 dan Pulau Larearea yang merupakan daerah potensial untuk dijadikan obyek wisata bahari.
Benteng Balangnipa berjarak 2 km dari pusat kota Sinjai, terletak di Kelurahan Balangnipa, Kecamatan Sinjai Utara. Pada awal dibangunnya tahun 1560, benteng ini merupakan dasar yang bahannya berupa batu gunung yang diikat oleh lumpur Sungai Tangka, tebal dinding siwali reppa -setengah depa, berbentuk segi empat dan memiliki empat buah pertahanan yang disebut bastion. Selanjutnya pada zaman penjajahan Belanda tahun 1864, direnovasi dengan model arsitektur Eropa dan selesai tahun 1868.
Bone adalah ibukota kabupaten Bone. Adalah salah satu daerah yang berada dipesisir Timur Sulawesi Selatan. Wisata budaya dan sejarahnya sangat kaya. Antara lain rumah adat Bola Soba di Kelurahan Manurungnge, Kecamatan Tanete Raittang. Rumah adat bugis yang terletak di pusat Kota Watampone ini adalah bekas istana Panglima Perang Kerajaan Bone Andi Baso Pagiling Putra Mahkota Raja Bone XXXX Lapawawoi Karaeng Sigeri. Rumah tersebut dibangun akhir abad ke 19 atau tahun 1890. keberadaan rumah panggung ini menunjukkan bahwa sejak masa lalu masyarakat Bone telah menguasai pengetahuan teknik arsitektur dan sipil yang cukup tinggi.
Museum Lapawawoi di pusat kota Watampone. Di museum ini tersimpan peninggalan Kerajaan Bone dan benda-benda peninggalan Arung Palakka seperti keris, patung, pakaian kerajaan, baju-baju adat dan foto-foto keturunan Raja-raja Bone juga sarat dengan sejarah. Pernak-pernik itu sangat indah dalam bentuk dan warnanya.
Untuk kegiatan wisata alam, Bone banyak memiliki gua-gua alam seperti Gua Mampu di Desa Labbeng, yang memiliki stalagtit dan stalagmit menyerupai bentuk makhluk sehingga muncul legenda Alleborenge Ri Mampu atau kutukan Kerajaan Mampu. Legenda tentang kerajaan yang dikutuk menjadi batu ini disampaikan secara turun temurun di tengah masyarakat setempat dan menjadi daya tarik tersendiri bagi para pecinta alam.
Sejumlah makam menjadi obbyek wisata ziarah seperti komplek pemakaman Raja Kalokkoe (Laleng Bata) sekitar 3 km dari kota Watampone dan makam Raja-raja Watang Lamuru di Desa Labalata, kompleks makam Labalata dan Kalokkoe serta makam Lapatau Matanna Tikka di Desa Nagauleng, Kecamatan Cenrana. Makam-makam ditempat ini dibuat dengan bentuk yang khas.
Bajoe yang terletak 7 km di sebelah timur Bone merupakan kota pelabuhan dan penyeberangan menuju ke Kolaka di Sulawesi Tenggara. Wisatawan dapat menyewa perahu jika berminat melihat ”desa terapung” di dekat Bajoe. Rumah-rumah masyarakat di kawasan itu dibangun dengan khas arsitektur Bugis-Makassar.
Pemandian alam Mattampa merupakan salah satu obyek wisata di Kabupaten Pangkep yang terletak di Kelurahan Samalewa, Kecamatan Bungoro sekitar 3 km dari kota Pangkajene yang berada pada poros Makassar – Pangkep. Di pemandian ini juga terdapat Gua Mattampa dan taman rekreasinya yang dilengkapi fasilitas olahraga dan pertanian terpadu dan pusat percontohan pengembangan kolam air tawar dan tempat memancing. Di beberapa gua, terdapat peninggalan purbakala berupa gambar telapak tangan, babi, rusa, perahu yang diperkirakan berusia 5000 tahun.
Di kelurahan Balloci Baru terdapat Taman Laut Pulau Kapoposan di Desa Mattiro Ujung Kecamatan Liukang Tupabiring. Kepulauan ini memiliki gugusan terumbu karang yang padat dan indah yang di sela – selanya berenang ikan – ikan hias aneka warna dari berbagai spesies. Di bagian timur pantai yang landai dan berpasir putih sudah dilengkapi dengan fasilitas akomodasi dengan bangunan rumah khas berarsitektur Bugis Makassar.
Obyek pantai lainnya adalah Pulau Langkadea, sekitar 25 menit dengan speed boat dari Pelabuhan Bining Kassi, Pangkajene. Pulau ini disebut juga Citra Mustika Langka atau Pulau Wisata Bahari Muslim karena pengunjung menghadapi sejumlah ketentuan misalnya harus berbusana muslim, laki – laki dan perempuan yang bukan muhrimnya tidak diperkenankan serumah dan tidak diperbolehkan ada judi. Sejumlah fasilitas tersedia mulai dari akomodasi, jet sky dan fasilitas olahraga lainnya.
Soppeng merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Sulawesi Selatan. Ibukotanya Watansoppeng atau disebut juga kota kalong atau kelelawar, ada sekian mitos yang berkembang bahwa keberadaan kalong ini yang jumlahnya ratusan hingga ribuan ini, bertengger di pohon – pohon taman kota dengan suara berisik yang khas. Keberadaan kalong di jantung kota Watansoppeng semakin menambah pesona kota ini karena ibukota Watansoppeng dijuluki sebagai kota kalong. Uniknya kalong ini hanya mau berdiam dan bergelantungan di pepohonan sepanjang kota Watansoppeng. Di Soppeng masih banyak ditemukan bagunan bergaya arsitektur kolonial. Salah satu diantaranya yang cukup terkenal diberi julukan ”Rumah Tinggi”
Villa Yuliana merupakan salah satu bangunan arsitektur peninggalan Belanda di Kabupaten Soppeng, bangunan ini terletak di jantung kota Watansoppeng, dibangun oleh C. A. Krosen tahun 1905 selaku Gubernur Pemerintahan Hindia Belanda di Sulawesi. Konstruksi dan arsitektur bangunan ini merupakan perpaduan gaya Eropa dan gaya Bugis. Villa ini merupakan bangunan kembar, satu di antaranya ada di Nederland, pembangunan villa ini merupakan wujud kecintaan terhadap Ratu Yuliana.
Rumah Adat Sao Mario terletak di Kelurahan Manorang Salo, Kecamatan Marioriawa. Di dalam kompleks Rumah Adat Sao Mario ini, terdapat berbagai jenis rumah adat yang bergaya Arsitektur Bugis, Makassar, Mandar, Toraja, Minangkabau dan Batak. Rumah adat ini juga berfungsi sebagai museum dengan koleksi berbagai jenis barang antik yang bernilai tinggi dari berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri seperti : kursi, meja, tempat tidur, senjata tajam dan berbagai macam batu permata.
Kompleks Istana Datu Soppeng terletak di jantung kota Watansoppeng, berhadapan dengan Villa Yuliana yang dibangun sekitar tahun 1261 pada masa Pemerintahan Raja Soppeng I Latemmalala yang bergelar Petta Bekkae. Dalam kompleks tersebut terdapat bangunan, antara lain : Bola Ridie -Rumah Kuning yang berfungsi untuk menyimpan berbagai jenis atribut kerajaan, SalassaE berfungsi sebagai Istana Datu Soppeng. Menhir Latammapole sebagai tempat menjalani hukuman bgi orang yang melanggar adat dengan cara mengelilingin 7ya kali.
Makam Jera Lompoe adalah makam Datu/Raja-Raja Soppeng, Luwu dan Sidenreng dari abad XVII. Makam ini terletak di Kelurahan Bila Kecamatan Lalabata sekitar 1 km sebelah utara kota Watansoppeng. Melihat bentuk, type orintasi dan data historis makam ini dapat dikatakan bahwa Islam masuk sekitar abad XVII. Namun, dilihat dari bentuk nisannya terdapat pengaruh kebudayaan Hindu. Itu terlihat pada ornamen-ornamennya.
Pemandian Air Panas Lejja merupakan salah satu objek wisata andalan yang banyak dikunjungi oleh wisatawan domestik dan mancanegara. Pemandian ini berada dalam kawasan hutan lindung yang berbukit dengan panorama alam yang indah, sejuk, nyaman di Desa Bulue, Kecamatan Marioriawa. Di tempat ini terdapat fasilitas peristirahatan yang dibangun dengan gaya campuran tradisional dan modern.
Pemandian Alam Ompo merupakan salah satu tujuan wisata andalan pula. Pemandian yang terletak di Kelurahan Ompo, Kecamatan Lalabata ini dikenal dengan airnya yang jernih. Pada obyek wisata Ompo ini terdapat areal yang luas untuk perkemahan dan Motor Cross dan juga terdapat sebuah danau buatan yang cukup luas sebagai areal bermain perahu dan memancing ikan air tawar.
Pemandian Alam Citta terletak di Jantung Desa Citta, Kecamatan Liliriaja. Di obyek ini pengunjung dapat berenang dan menikmati keindahan panorama alam, perkampungannya masih banyak yang khas berarsitektur Bugis-Makassar dan berbagai aktivitas masyarakat sekitarnya seperti pengolahan tembakau secara tradisionil.
Kota Sengkang terletak di pinggir Danau Tempe yang memiliki panorama indah. Sengkang merupakan kota yang cukup menyenangkan untuk dikunjungi. Salah satu daya tarik kota Sengkang adalah produk kain sutera. Hasil industri tenun milik rakyat. Sengkang memang dikenal sebagai pusat industri sutera. Kain sutera banyak dijual di pasar Sengkang seperti selendang sutera. Namun, sayangnya pusat penenunan sutera milik rakyat umumnya terletak di desa-desa di sekitar Sengkang yang tidak memiliki akses angkutan umum. Untuk dapat menuju ke desa-desa ini, Anda harus menyewa angkutan umum.
Danau Tempe merupakan danau yang cukup luas namun dangkal yang menjadi habitat satwa burung. Pinggiran danau merupakan kawasan tanah lumpur yang juga menjadi tempat bermukim masyarakat setempat. Pengunjung dapat berjalan-jalan menyusuri danau dengan menggunakan perahu motor hingga ke Sungai Walanae, mengunjungi Desa Salotangah dan Desa Batu Batu yang berada di tengah danau.
Pinrang dikenal sebagai salah satu ”Lumbung Pangan” di Sulawesi Selatan sekaligus penghasil udang, ikan bandeng, kakao, kopi, kemiri dan kelapa. Sebagai daerah pertanian yang memiliki sumber daya alam yang cukup, Pinrang juga memiliki kekayaan laut yang membentang sekitar 93 km dari kota Parepare sampai ke Polewali Mamasa.
Pulau Kamarrang di Kelurahan Ujung Labuang dapat ditempuh dari Ujung Lero sekitar 30 menit dengan menggunakan perahu motor. Gugusan pulau yang menyembul dari laut ini mempunyai luas 7 hektar didominasi oleh vegetasi hutan pantai termasuk hutan bakau yang mengitari pulau – pulau bagian Barat dan Utara. Sementara pada bagian Timur terdapat pantai berbatu keras yang tahan hantaman ombak. Pada bagian tengah pulau terdapat pohon – pohon tua yang digelantungi oleh ratusan kelelawar.
Terdapat sebuah makam tua di pulau ini dan dikeramatkan oleh para peziarah untuk menyatakan dan melepas nazar bila keinginannya dikabulkan. Terdapat sebuah villa berarsitektur modern di pulau ini yang digunakan wisatawan untuk beristirahat.
Dua buah air terjun terdapat pula di Kabupaten Pinrang yaitu Air Terjun Karawa di Kelurahan Betteng. Kawasan air terjun dengan ketinggian 60 meter ini di bawahnya terdapat kolam – kolam alami dan bebatuan untuk beristirahat. Dari kolam alami ini, air mengalir melalui batu – batu gunung dan menciptakan air terjun kecil sehingga seolah bersusun – susun.
Air terjun lainnya masih di kelurahan yang sama sekitar 20 km dari kota Pinrang disebut Air Terjun Kalijodoh. Berada di kawasan seluas 2 hektar dan mempunyai empat sumber air. Panorama alam pegunungannya membuat tempat ini terasa sejuk dan nyaman sehingga menjadi tempat memadu kasih dan diyakini mereka yang datang berpasangan bisa berjodoh. Tak heran bila hari libur banyak dikunjungi wisatawan lokal setempat.
Pemandian air panas terdapat di Kelurahan Maminasse pada jalan poros Pinrang-Sidrap. Ada dua sumber air yang mendukung tempat ini yaitu sumber air panas dan sumber air dingin. Di lokasi ini telah dibangun kolam renang yang sumber airnya dari kedua mata air tersebut. Pemandian Air Panas Sulili ini sudah dilengkapi berbagai fasilitas lainnya termasuk pondok wisata sehingga banyak dikunjungi wisatawan domestik.
Pemandian air panas lainnya terdapat di Kelurahan yang sama menuju arah PLTU Bakaru, sekitar 12 km dari Pinrang. Pemandian Air Panas Lemosusu ini memiliki panorama alam yang meski failitasnya masih sederhana untuk mandi maupun berendam.
Kota Palopo adalah ibukota kabupaten Luwu Provinsi Sulawesi Selatan. Kota ini terletak di daerah pegungungan yang memiliki banyak danau. Danau-danau di wilayah ini saling berhubungan melalui banyak sekali sungai-sungai kecil. Dari kota ini bisa dilakukan perjalanan kekota pertambangan Soroako. Kota terletak di dekat Danau Matano seluas 16.400 hektar dan merupakan danau terdalam di Sulawesi. Di sebelah selatan Danau Matano terdapat Danau Towuti seluas 56.100 hektar yang merupakan danau terbesar kedua di Indonesia setelah Danau Toba. Danau ini menjadi habitat aneka flora dan satwa burung. Di Kota Palopo telah dibangun rumah adat yang cukup besar berarsitektur Bugis. Rumah adat ini sering dimanfaatkan untuk berbagai upacara baik upacara adat ataupun upacara Pemerintah Daerah.
Di Kabupaten Luwu terdapat Istana Kerajaan Luwu atau disebut juga Museum Batara Guru, misalnya, terletak di pusat kota Palopo. Istana ini didirikan pada tahun 1922 – 1924 oleh seorang arsitek Belanda bernama Obsenter Noble pada masa penjajahan Belanda di Luwu dengan bangunan bergaya Eropa.
Istana yang berfungsi sebagai museum Batara Guru ini menyimpan benda – benda pribadi dan peralatan yang pernah digunakan Rja – Raja Luwu. Di sini juga terdapat benda – benda antik seperti keramik, peralatan dan perlengkapan upacara adat dan benda pusaka.
Makam Raja – Raja Luwu ”Lokkoe” yang artinya gua tempat peristirahatan. Terletak di pusat kota Palopo dan bentuknya unik seperti bentuk piramida. Di tempat ini dimakamkan para Raja Luwu yang pernah berkuasa. Gua Liang Andulan di Desa Siteba, Kecamatan Lamasi memiliki ragam stalaktit dan stalagmit dengan warna – warna yang indah. Untuk mencapai gua, pengunjung harus melalui sekitar 480 anak tangga dan di dalam gua terdapat makam leluhur To Tana Lalong terdiri dari Liang Kabongian dan Liang Sugi Sakalikuku.
Tana Toraja merupakan daerah tujuan wisata internasional yang paling menarik dan paling terkenal di Sulawesi. Secara geografis Tana Toraja berada di pegunungan pada pangkal semenanjung Sulawesi Selatan. Di kawasan yang indah permai ini masih bisa ditemui desa-desa tradisional dengan sawah yang membentang luas, bangunan rumah tradisional Tongkonan dengan arsitektur yang unik khas kebudayaan Toraja yang sangat menarik.
Masyarakat Toraja secara etnografis dapat dibagi dalam tiga kelompok yaitu Toraja Barat, Timur dan Selatan, namun yang banyak dikenal orang luar khususnya wisatawan asing adalah Toraja Selatan yang dikenal juga dengan nama Toraja Sa’adan atau Saqdan. Pada umumnya mereka bermukim di sekitar Rantepao dan Makale, ibukota administrasi Tana Toraja. Kota kecil yang cantik ini dikelilingi perbukitan yang puncaknya sering ditutupi kabut dan di dekat kota terdapat sebuah danau buatan.
Rantepao merupakan kota terbesar di Tana Toraja dan juga pusat perdagangan di wilayah ini. Wisatawan yang mengunjungi Toraja umumnya berkumpul di Rantepao. Kota ini menjadi titik awal bagi wisatawan yang ingin megeksplorasi segala keunikan dan keindahan Toraja. Rantepao adalah kota hujan karena hujan hampir selalu turun sepanjang tahun dengan udara yang dingin pada malam hari. Di kota ini masih banyak terdapat rumah-rumah yang dibangun dengan arsitektur khas Toraja.
Salah satu upacara adat yang paling mengesankan di Toraja adalah upacara penguburan mayat yang sudah terkenal ke seluruh dunia. Orang Toraja percaya tanpa upacara penguburan ini, arwah orang yang mati akan memberikan kemalangan bagi keluarga yang ditinggalkan. Upacara penguburan ini, menjadi ajang ditampilkannya ornamen-ornamen khas Toraja yang sangat indah.




Sumber :   http://wahyudi-mustamin.blogspot.com/




ichankjuradi(c)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar